Rabu, 31 Mei 2017

Rindu. (2)

Baiklah,
Aku mengerti aku bukan lagi yang kau sayang.
Aku mengerti aku bukan lagi yang kau rindukan.
Aku mengerti aku bukan lagi prioritasmu.
Aku sangat mengerti.

Tapi salahkah aku yang merindukan mu setiap harinya?
Salahkah aku yang mengharapkan chat darimu?
Salahkah aku yang mengharapkan telefon darimu?
Salahkah aku yang mengharapkan kau merindukanku?

Aku sangat mengerti bahwa kitaa mungkin sulit untuk bersama kembali. Aku hanya ingin kita bsa saling membahagiakan seperti dulu.

Aku memang bukan lagi wanita cengeng yang menangis karena merindukanmu. Aku sudah bsa mengontrol semuanya, kecuali satu hal. Aku tak pernah bsa mengontrol hatiku.

Ah sudahlah, percuma saja, sejuta kata kalimat yang ku ucapkan padamu, sepertinya tidak akan merubah apapun. Kamu tidak mungkin menoleh padaku lagi. Ku kira kamu sudah melangkah terlalu jauh. Mengingat ada aku jauh dibelakangmu saja, mungkin tidak.

Terkadang saat kita berbincang, kata kata mu menyiratkan seperti ada saja kemungkinan kemungkinan yang aku harapkan. Tapi melihat sikap mu esok harinyaa atau selanjutnya setelah perbincangan kita itu, sepertinya sudah jelas yaa. KITA mungkin susah untuk ada lagi.

Satu kalimat yang tak pernah bosan untuk ku katakan padamu. Aku rindu kamu, R.
Katakan padaku apabila kau juga merasakannya(mustahil).

Selasa, 30 Mei 2017

DULU.

Jujur, saat kau berkata
"Kan kalo jdi pacar artinya jdi prioritas, ya itu kan dulu pas lu msh jd pcar gue, pas gue msh sayang sama lu, skarang kan udh engga"

Entah kenapa hati ini rasanyaa tak karuan lgi. Tapi tenang sajaa, aku bukan lagi si cengeng yang menangis saat mendengar kalimatmu yang seperti itu lagi. Aku hanya bsa terdiam seketika dan kembali berusaha mencerna kalimat mu kembali.
Kali ini maaf aku berbohong karena bilang aku tidak apa apa saat kau tanya apakah kamu salah berbicara. Aku hanya tidak ingin merusak suasana kita. Suasana yang selalu ku tunggu dan ku rindukan kehadirannya.

Tapii, terimakasih karena telah menyadarkan ku. Bahwa mungkin sulit untuk bsa kembali seperti dulu. Aku tahu itu.

Untukku,sekarang ini sudah lebih dari cukup.
Sekali lagi, terima kasih karena selalu jadi sumber kebahagiaannku. Terima kasih karena selalu memberikan hal tak terduga.

Senin, 29 Mei 2017

Salahkah?

Setelah semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini antara aku dan kamu.
Salahkah aku merindukan mu (lagi)?
Salahkah aku mengharapkan kita bsa terus berbincang-bincang (lagi)?
Salahkah aku mengharapkan adanya kita (lagi)?

Mungkin terlalu jauh jika ku mengharapkan adanya kita (lagi), setidaknya mendengar suara mu tertawa bersamamu, itu bahkan sudah lebih dari cukup. Ingin rasanya terus menghubungimu, tapi aku sadar aku tak mungkin seperti itu. Yang ada, aku hanya akan membuatmu risih, apalagi, sejujurnya terkadang aku sampai tak tahu mau bahas apa bersama mu. Sebab hanya diam bersama mu atau melihatmu tersenyum atau mendengar tawamu, itu sudah membuatku sangat bahagia.

Ingin rasanya mengungkapkan semuanya kepadamu, tapi rasanya tak nyaman bila aku hrs mengungkapkan semuanya padamu. Aku siapa buatmu? Walau kau terus katakan kepadaku, tak apa bila aku ingin bercerita pdamu, kau akan mendengarkan.

Sudahlah, lagi lagi aku hanya ingin bilang. Aku merindukan mu (lagi) Roj.

Jangan salahkan aku ya.

Kembali

Hai, sudah hampir 1 tahun sejak hari itu.
Hari dimana kau berhasil mematahkan hati ku yang terlalu berharap banyak padamu.

Setelah 7 bulan lamanya, aku berhasil menemukan seseorang yang membuat ku setidaknya tidak memikirkan mu, dia berhasil membuat ku menyangka bahwa dia bisa menggantikan tawa yang kau berikan untukku. Tapii, tak sampai 2 bulan, perasaan itu pudar, entah mengapa.

Dan itu beriringan dengan kita yang sudah mulai bisa bersikap biasa satu sama lain. Semuanya berawal dari hari ulang tahun ku. Dimana buat ku, berbincang lewat mu dan mendengarkan ceritamu 2 jam saja sudah menjadi kado terindah untukku tahun ini.

Aku sadar, kebahagiaan ku bersama mu hanya akan terjadi sekejap saja. 1 bulan setalahnya, ternyata ada hal lain yg mampu membuat kita bsa berbincang kembali, walau hanya lewat chat.

Beberapa minggu setelahnya, ternyata ada hal lain lagi yang membuat kita dapat berbincang lewat video call, kau tahu betapa bahagianya aku hari itu? Sangaat bahagia, sampai ku rela meninggalkan tugas yang esok harinya harus ku kumpulkan, aku tau kesempatan seperti itu akan jarang terulang kembali, maka aku tidak sampai kau tawarkan 2 kali untuk aku bilang iya.

Kufikir kita sudah berhenti pada hari itu, lalu aku memberanikan diri untuk memulainya lagi bbrp hari kemudian, ternyata kbranian ku untuk memulai percakapan membuahkan hasil kita dapat berbincang lewat telpn.

Setelah hari itu, aku sadar bahwa kamu msh jdi alasan ku untuk terus tersenyum. Entah sampai kapan.
Aku tak bsa katakan, apakah aku msh menyayangimu atau tidak.
Tapi yang pasti aku sangat nyaman berada di dekatmu dan bersamamu. Aku tak peduli orang akan mengatakan ku bodoh.

Bolehkah aku berharap kembali? Walau ku tahu aku akan terus menyakiti hatiku sendiri apabila aku tetap berharap.